Webinar Aku Sayang Ibu: Apresiasi dan Penghargaan bagi Ibu
Ibu merupakan tiang bendera, pengasuh utama para penggerak kemerdekaan. Dalam rangka merayakan Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember, Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI mengadakan webinar Aku Sayang Ibu pada 30 November 2021 melalui platform Zoom Meeting. Acara ini terdiri atas beberapa sesi, yakni (1) penayangan video-video testimoni Posyandu Remaja dan materi perkembangan anak; (2) sesi talk show bersama ibu dengan balita disabilitas dan ibu disabilitas dengan balita; (3) pemutaran video remaja sehat yang membanggakan ibunya; dan (4) pemaparan materi. Rangkaian acara yang berlangsung kurang lebih 4 jam ini dipandu oleh Rezara sebagai MC.
Webinar ini dibuka dengan sambutan dr. Mutiara Dante, Sp.PD, Penasihat Darma Wanita Persatuan (DWP) Kemenkes. Webinar ini diselenggarakan sebagai wujud penghargaan kepada seluruh ibu di Indonesia, ujar Mutiara. Sebagai tiang bendera, ibu adalah pengasuh utama anak. Pendidikan dan pengasuhan anak adalah komponen utama pembangunan sumber daya manusia.
Ibu dengan balita disabilitas dan ibu disabilitas dengan balita
Selanjutnya, sesi talk show menghadirkan Ibu Devi Aryanti sebagai ibu dari seorang anak tuna netra. Devi bercerita bahwa anaknya mengalami keracunan air ketuban, meskipun proses kehamilannya normal dan cukup bulan saat lahir. Sudah berupaya pengobatan selama 3 bulan, tetapi urat saraf matanya sudah rusak, tutur Devi. Devi mengaku bahwa ia menerima kondisi anaknya seiring berjalannya waktu sebagaimana proses pengasuhannya berjalan secara mengalir. Kadang anak umur 1 tahun sudah bisa duduk dan makan sendiri, ya anak ini belum, ujar Devi. Mengasuhnya harus dua kali kerja. Ya tapi tidak apa-apa, mengalir saja, ikhlas, tambahnya.
Selain Devi, Ibu Tiwi turut dihadirkan sebagai ibu dengan disabilitas yang telah memiliki anak. Ibu Tiwi mengidap cerebral palsy sehingga kemampuan bicaranya berbeda dengan orang lain. Saya beri pengertian kepada anak saya, apalagi mulai sudah besar begini, ujar Tiwi, Saya bicaranya cukup beda dengan yang lain, tetapi saya tetap sayang dia.
Rangkaian webinar dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi yang disampaikan oleh Pramesti Paramita, M.Ed.Psych, Ph.D, Psikolog. Pramesti membawakan materi berjudul Kiat-Kiat Ibu Disabilitas dan Ibu dengan Anak Disabilitas dalam Menata Diri dan membukanya dengan pentingnya pengasuhan anak. Nilai budaya, perilaku positif, dan agama akan terbawa dan tersalurkan dari proses pengasuhan. Walaupun demikian, pengasuhan bukanlah sesuatu yang mudah dihadapi oleh orang tua, ujar Pramesti.
Ibu dapat merasakan emosi negatif seperti cemas, ragu, bingung, dan lelah. Pada suatu saat, stres pada ibu dapat tidak terelakkan sehingga membuat ibu semakin mudah marah dengan situasi ataupun merasa bersalah karena belum bisa memberikan yang terbaik. Di saat seperti itu, ibu harus ingat bahwa kita tidak sendiri. Kita perlu tahu kapan harus meminta bantuan, jelas Pramesti.
Menjadi orang tua yang baik bagi remaja Pemaparan materi yang bertajuk Menjadi Orang tua Hebat untuk Remaja Sehat kemudian dibawakan oleh Devi Sani, M.Psi, Psikolog. Devi menyatakan bahwa apabila orang tua berhasil menjadi support system yang baik, kualitas hidup anak dan remaja akan baik pula. Dalam pemaparannya, Devi menjelaskan berbagai keuntungan dan tantangan masa remaja serta kiat-kiat mengasuh remaja dengan optimal.
Remaja umumnya merasakan intensitas emosi dengan saat tinggi. Di satu sisi, mereka menjadi lebih moody dan impulsif dalam menentukan banyak hal sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Walaupun demikian, intensitas emosi yang besar membuat mereka hidup dengan penuh energi.
Ada perubahan otak saat masa remaja yang memberikan hal baik dan tantangan, sebut Devi. Ia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan proses yang penting dan menjadi fase yang perlu dipupuk dengan baik.
Terakhir, Devi membagikan beberapa tips untuk komunikasi dengan remaja, seperti memberi nama pada emosi remaja, memperbaiki keretakan ataupun konflik yang ada, mengganti kritik dengan ekspektasi, dan berlaku disiplin dengan remaja. Selain itu, Devi juga mengajak orang tua untuk menerapkan prinsip ACE dalam memberikan larangan: Acknowledgement, yaitu mengakui betapa tidak mudahnya kendala yang dihadapi remaja; Context, yaitu dengan menjelaskan konteks waktu dan kondisi alasan hal tersebut dilarang; dan Empathy, yaitu dengan menunjukkan empati kepada anak melalui bahasa tubuh dan verbal.